Khoirul Andiani*
Masih teringat diskusi
hangat bersama kawan-kawan kemarin tanggal 03 Nov 2014 di hall FEB UMS
membahas mengenai permasalahan dalam berorganisasi. Dalam
diskusi tersebut ada statmen yang menggelitik dalam diri saya mengenai tawaran
atau solusi ketika organisasi itu muncul ketidak harmonisan. Kawan saya
menyatakan bahwa ketika muncul ketidak harmonisan dalam beroganisasi minimallah
masih ada yang sadar dalam organisasi tersebut. Statmen ini yang menimbulkan
pertanyaan pada saya apakah dengan segampang itu menyelesaikan masalah dalam
berorganisasi? dan ketika hal yang minimal itupun sudah tidak ada pada anggota
organisasi, dapat dikatakan yang seperti apakah organisasi tersebut?
Sedikit meminjam gagasan
Paulo freire terkait sebuah kesadaran. Paulo freire menggolongkan
kesadaran manusia menjadi menjadi 3 (tiga) golongan, yakni: Pertama; Kesadaran
Magis (magical consciousness) adalah suatu kesadaran yang tidak mampu
melihat kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Misalnya masyarakat
miskin yang tidak mampu melihat kaitan antara kemiskinan mereka dengan sistem
politik dan kebudayaan. Kesadaran magis lebih melihat faktor di luar manusia
(natural maupun supra-natural) sebagai penyebab dan ketidakberdayaan. Kedua;
Kesadaran Naif (naival consciusness), keadaan yang dikategorikan dalam
kesadaran ini adalah lebih melihat aspek manusia menjadi akar penyebab masalah
masyarakat. Ketiga; Kesadaran Kritis (critical consciousness), kesadaran
ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah.
Dari
teori kesadaran Paulo freire tersebut bisa di pastikan bahwa kesadaran pun
trnyata masih terbagi sesuai keadaan psikologis manusia. Dari permasalah di atas
syukur kalau kesadaran yang masih ada dalam anggota organisasi tersebut dalam
fase kesadarn kritis yang notabene fase ini mampu melihat segala sisi dari
suatu masalah, sehingga kemungkinan besar masalah bias teratasi, akan tetapi
bisa di pasatikan organisai ini akan mengalami stagnanisisai ketika anggota
organisasi tersebut berada dalam fase magis karena hal ini pasti akan muncul
saling mencurigai, menyalahkan antara satu dengan yang liannya. Maka hal ini
yang menjadi jawaban akan statmen di atas, mungkin perlu di gali kembali
kesadaran minimal yang seperti apa yang terpatri dalam anggota organisasi
masing-masing.
Pendapat
penulis bahwa ketika seseorang sudah terikat dalam suatu organisasi maka yang
jadi pegangan disana bukan lagi subuah kesadaran baik itu ada kata minimal
maupun maksimal, akan tetapi yang jadi pegangan atau yang jadi pertanyaan bahwa
seberapa jauhkah tangguangjawab anggota tersebut dalam mengemban tugasnya atau
seberapakah kesetiaannya dalam ucapan sakralnya ketika di sumpah dalam
pelantikan. bukan lagi kesadaran lagi yang di persoalakan melainkan
tanggungjawab yang harus di kedapankan.
*Penulis
adalah Mahasiswa FEB UMS semester 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar